POWER STEERING
Era 1970-an
Sebelum membahas lebih jauh, kita coba untuk me-refresh kembali sistem kemudi mobil di era 1970-an. Saat itu peran power steering belum terlalu banyak pada mobil-mobil yang beredar di Indonesia.
Pada era itu, sistem kemudi masih terbagi menjadi dua sistem: menggunakan kotak gigi kemudi (gearbox) dan konstruksi rack and pinion. Model kotak gigi lebih diminati lantaran pada era tersebut, mayoritas mobil masih menerapkan penggerak belakang. Sehingga ruang mesin pun masih tersedia lapang untuk mengakomodasi as kemudi.
Sedangkan kendaraan berpenggerak depan yang memiliki ruang mesin terbatas tentu memerlukan sistem kemudi yang lebih kompak. Pilihan rack and pinion kemudian mulai digemari karena desainnya yang kompak. As kemudi pun mulai dibuat terpotong dan dihubungkan oleh joint kopel.
Kendala dari kedua model ini terletak pada beratnya putaran kemudi ketika mobil dalam kondisi diam atau bergerak perlahan. Apalagi bagi kendaraan yang telah diganti ukuran ban yang lebih besar atau tekanan ban yang sedikit kempis.
Teknologi power steering
Memasuki era 1980-an, peran power steering mulai mewarnai produk-produk kendaraan. Awalnya, power steering diciptakan untuk memberikan kemudahaan ketika mobil hendak diparkir. Namun hal ini memiliki efek negatif ketika mobil dipacu pada kecepatan tinggi.
Terlalu ringannya kemudi membuat kendaraan begitu sensitif terhadap gerakan tangan pengemudi. Hal ini cukup membahayakan. Tak heran bila produsen Eropa dan diikuti oleh Jepang, mulai mengembangkan speed sensor pada mobil yang telah dilengkapi power steering. Alhasil, pada kecepatan di atas 40-60 km/jam, kerja power steering ditiadakan sehingga kemudi terasa seperti tidak menggunakan peranti pembantu pengemudi ini.
Jenis power steering sendiri terbagi menjadi dua: hidraulis dan elektrik. Mazda Vantred menjadi mobil pertama di Indonesia yang menggunakan Electronic Power Steering (EPS). Kemudian disusul oleh Suzuki Karimun, dan kini teknologi EPS mulai menjadi tren produsen mobil.
Perbedaan mencolok kedua jenis ini terletak pada sistem yang diusungnya. Power steering hidraulis menggunakan fluida minyak dan memanfaatkan bantuan puli untuk menyalurkan putaran mesin dari kruk as ke pompa power steering. Sementara power steering elektrik menggunakan motor listrik untuk meringankan putaran kemudi. Tenaga yang diperlukan motor ini berupa arus listrik yang disuplai melalui alternator.
Active steering
Improvement pun terus dilakukan desain mobil dunia untuk merancang mobil agar semakin mudah dikendarai. Tak hanya ringan saat di kecepatan rendah, kini rasio gigi pun dapat diatur untuk meningkatkan keselamatan berkendara.
Pabrikan yang pertama kali mengembangkan teknologi ini adalah BMW. Untuk pasar Indonesia teknologi ini hadir pada tipe 530i dan 330i. Kini Mercedes-Benz pun telah memiliki sistem serupa yang diberi nama Direct Steering.
Sistem ini bekerja dengan memanfaatkan komputer untuk menentukan perbandingan gigi kemudi yang tepat di kecepatan tertentu. Jadi di berbagai kecepatan kendaraan, Anda bisa memutar setir tanpa perlu melepaskan salah satu tangan untuk menambah sudut kemudi.
As kemudi yang menuju steering house dibagi dua dan ditengahnya ditambahkan sebuah kotak roda gigi yang digerakan secara elektronik oleh motor listrik. Tugas dari peranti ini adalah mengubah rasio gigi kemudi berdasarkan kecepatan mobil.
Drive by wire
Pada mobil-mobil konsep, sedang dikembangkan teknologi drive by wire agar dapat diterapkan pada kendaraan masa depan. Saat ini, teknologi throttle by wire lebih sering didengungkan dengan nama drive by wire.
Secara prinsip, teknologi ini meminimalisasi fungsi mekanis di dalam sebuah sistem. Teknologi ini menyerupai pengendalian pada pasawat terbang. Kabel mekanis yang menghubungkan kedua perangkat digantikan oleh sinyal berupa arus listrik yang bertugas untuk menggerakan sistem.
Jadi Anda akan menemukan potensiometer sebagai pengganti komponen mekanikal. Sinyal yang dikirim oleh potensio tersebut akan diterjemahkan oleh motor listrik dan langsung menggerakan sudut kemudi ke arah yang dituju.